BATASAN HAK MENGEMUKAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DALAM SISTEM DEMOKRASI DAN KETATANEGARAAN INDONESIA

Dilatar belakangi masa reformasi 1998 merupakan titik awal bagi demokrasi terbuka oleh Negara Indonesia, yang ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto setelah 31 menjadi Presiden Republik Indonesia. Kerusuhan dari 13 hingga 15 Mei 1998 sehingga melahirkan beberapa tatanan sistem ketatanegaraan yang baru dan lebih demokratis selama penetapan B.J. Habibie sebagai presiden menggantikan Soeharto. Selama kepemimpinan Habibie, beberapa undang-undang strategis dalam berdeorasi dikeluarkan antara lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).Kedua undang-undang ini menegaskan hak individu untuk menyampaikan pendapat tanpa adanya gangguan, sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945 dan Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.

Meskipun kebebasan berpendapat diakui, terdapat batasan yang harus dipatuhi untuk mencegah konflik dan menjaga ketertiban umum. Pasal 29 Ayat (2) dan (3) Deklarasi Universal menekankan bahwa hak ini harus tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh hukum. Namun di era sekarang, kebebasan berpendapat sering disalahartikan, yang berdampak pada kerusuhan dan perusakan selama demonstrasi. Contohnya, kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019 terkait pemilihan presiden menunjukkan pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang ada dan kerusuhan yang terbaru tentang penentengan UU TNI yang baru. Untuk itu kali ini kita akan bedah dan tafsirkan berdasarkan isi Undang-Undang yang berlaku dengan pendapat para ahli maupun literasi ilmiah yang ada.

Kebebasan atau kemerdekaan dalam mengemukakan pendapat di muka umum harus berasaskan keseimbangan antara hak dan kewajiban, kepastian hukum dan keadilan. Mengeluarkan pendapat tidak untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Dengan demikian kita dapat menemukan peraturan dalam perundangundangan yang mengatur tentang dasar hukum maupun batasan-batasan dalam mengemukakan pendapat di muka umum dari pasal demi pasal ketentuan pengaturan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. 

Pengaturan tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum dapat kita temukan di dalam beberapa perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, diantaranya; (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945; (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum; dan (3)  Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Keempat peraturan perundang-undangan di atas adalah menjadi dasar bagi setiap ndividuatau kelomok dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Kalau merujuk dari makna asas legalitas secara umum yang disebutkan bahwa asas legalitas merupakan jaminan untuk suatu kebebasan seseorang dengan ada batas aktivitas apa yang dilarang secara jelas dan tepat. Asas legalitas ini merupakan salah satu dasar pada setiap individu maupun kelompok yang harus tetap dipertahankan demi kepastian hukum. 

Berdasarkan peraturan erundang-ndangan tersebut diatas tentang kemerdekaan atau kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, maka sudah tentu keberadaan peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat menjadi pedoman dan dasar hukum dalam menyampaikan pendapat di muka umum serta mematuhi pula batasanbatasan yang disebutkan dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar atau pedoman dalam meyampaikan pendapat di muka umum. Dengan maksud bagi individu maupun kelompok dalam menyampaikan pendapat di muka umum itu memiliki asas atau kepastian hukum yang jelas, begitu pula dengan sanksi yang berlaku apabila dalam penyampain pendapat melanggar batasan-batasan yang telah diatur dalam undang-undang. 

Bila menelaah dari ketentuan pasal-pasal dalam peraturan perundangundangan di atas yang mengatur tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, dari keseluruhan pasal tersebut di atas mengisyaratkan bahwa terhadap nilai kebebasan yang diberikan oleh undang-undang pada dasarnya memiliki batasan-batasan tersendiri dalam kebebasan yang dimaksud. Dari setiap pasal di atas memiliki batasan-batasan dari kebebasan meyampaikan pendapat di muka umum, diantaranya: 

a) Batasan Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 

Selain pengaturan tentang kebebasan berpendapat yang terdapat dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, juga mengatur tentang batasanbatasan terhadap kebebasan berpendapat itu sendiri, seperti misalnya yang terdapat di dalam Pasal 28J Ayat (2) disebutkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya,  setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. 

b) Batasan Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 

Disebutkan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 bahwa pembatasan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan. 

Bila memaknai maksud dari pasal ini adalah dalam peyampaian pendapat di muka umum tentu memiliki batasan-batasan, bukan dengan semau-maunya untuk melaksanakan aksi menyampaikan pendapat di muka umum.  Selain dalam Pasal 14 ini, disebutkan juga dalam beberapa pasal lain yang serupa dengan maksud dari pembatasan penyampaian pendapat di muka umum, dalam Pasal 6; Pasal 9 Ayat (2) dan (3); Pasal 10; Pasal 11; dan Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. 

Pembatasan berupa adanya larangan yang paling terlihat dalam peraturan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 ini adalah yang terdapat pada Pasal 9 Ayat (3) disebutkan bahwa pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana disebutkan dalam Ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum. 

Itu berarti pembatasan yang dimaksud dalam undang-undang ini mengamanatkan kepada kita bahwa dalam menyampaikan pendapat di muka umum hendaknnya tidak membawa benda-benda yang dapat membahayakan orang lain, agar tidak seperti yang sering kita lihat saat sekarang ini dalam menyampaikan pendapat di muka umum, tidak sedkit yang membawa bendabenda yang dapat membahayakan orang lain. Adapun contohnya sudah dijelaskan pada pembahasan awal dalam tulisan ini. 

c) Batasan Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 

Ketentuan pembatasan dalam penyampaian pendapat yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 disebutkan dalam Pasal 69 Ayat (1) dan (2) tentang menghormati hak orang lain dan menjaga ketertiban umum. Disebutkan juga dalam Pasal 70 bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.  

d) Batasan Kebebasan Menyampaikan Pendapat Dalam Deklarasi Uiniversal 

Hak Asasi Manusia pembatasan yang terdapat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ini disebutkan dalam Pasal 29 Ayat (2), dan (3) tentang ketundukan dalam pembatasan-pembatasan dalam kebebasan dan pelaksanaan kebebasan yang tidak boleh bertentangan. Selain itu sebagai pasal penutup terdapat dalam Pasal 30 disebutkan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Deklarasi ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberikan hak pada suatu Negara, kelompok atau orang, untuk terlibat dalam aktivitas atau melakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk menghancurkan hak dan kebebasan apapun yang diatur di dalam Deklarasi ini.  

Dari penjabaran tentang pembatasan ketentuan kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, secara makna dari keempat peraturan perundang-undangan di atas memiliki satu maksud dan tujuan dalam pembatasan terhadap kebebasan yang dimilki seseorang atau kelompok. Agar mudah dipahami maka penulis memberikan contoh terhadap makna dari pembatasan di atas tentang sebuah kebebasan yang dimaksud. 

Sebagai contoh, seseorang memiliki hak atas kebebasan menyampaikan aspirasi di muka umum dengan ketentuan ketika seseorang tersebut akan menyampaikan pendapat hendaknnya mengikuti aturan yang ada, seperti menahan diri agar tidak membawa benda-benda yang dapat membahayakan, tetapi kemudian seseorang tersebut kedapatan membawa benda-benda yang dapat membahayakan orang lain, maka dalam hal ini gugurlah hak kebebasan yang dimilki seseorang tadi dengan maksud dari undang-undang tentang kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum tidak dapat ia jadikan pembelaan, karena disisi lain melanggar aturan tentang pembatasanpembatasan dalam menyampaikan pendapat. 

Posting Komentar

0 Komentar