Analisis Permendag 8/2024: Dilema Rantai Pasok vs. Proteksi Industri Domestik

Abstrak

Penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 menandai titik balik penting dalam kebijakan impor Indonesia, merevisi kebijakan restriktif sebelumnya (Permendag 36/2023 dan perubahannya). Regulasi ini merupakan respons darurat terhadap krisis logistik masif yang ditandai dengan penumpukan puluhan ribu kontainer di pelabuhan utama. Kajian ini bertujuan menganalisis latar belakang kebijakan, membandingkan dampak eks-ante (Permendag 36/2023) dan eks-post (Permendag 8/2024), serta mengidentifikasi risiko dan manfaatnya terhadap industri domestik. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif berbasis studi literatur dan narasi data. Hasil kajian menunjukkan bahwa Permendag 8/2024 berhasil memulihkan kelancaran logistik secara signifikan, namun dampaknya pada perlindungan industri lokal menimbulkan kekhawatiran terkait potensi serbuan produk impor. Analisis komparatif menunjukkan bahwa ketidakpastian regulasi dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang lebih besar daripada upaya proteksi yang gagal.

Kata Kunci: Permendag 8/2024, Kebijakan Impor, Rantai Pasok, Industri Nasional, Relaksasi Impor, Statistik Perdagangan.

I. Pendahuluan

1.1 Konteks Regulasi dan Krisis Rantai Pasok

Kebijakan perdagangan internasional Indonesia senantiasa berada dalam dilema klasik antara mempromosikan perdagangan bebas dan melindungi industri domestik (infant industry argument). Pada akhir tahun 2023, pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan yang cenderung restriktif melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023, yang kemudian diubah dua kali hingga menjadi Permendag Nomor 7 Tahun 2024. Kebijakan ini, yang memperketat persyaratan Perizinan Impor (PI) dan Laporan Surveyor (LS), bertujuan mengendalikan impor barang konsumsi ilegal dan menekan defisit neraca perdagangan.

Namun, implementasi kebijakan restriktif ini menciptakan permasalahan yang tidak terantisipasi, yaitu krisis logistik dan hambatan masif dalam rantai pasok.

  • Pada kuartal pertama tahun 2024, terdapat laporan mengenai penumpukan kontainer impor yang mencapai puluhan ribu unit di pelabuhan utama, seperti Tanjung Priok dan Tanjung Perak.
  • Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, hingga pertengahan Mei 2024, dilaporkan ada sekitar 26.415 kontainer tertahan, mencakup komoditas vital seperti besi/baja, tekstil, produk elektronik, dan bahan kimia.
  • Penumpukan ini secara langsung menghambat pasokan bahan baku bagi industri manufaktur di dalam negeri, mengancam kelangsungan produksi, dan memicu spekulasi kenaikan biaya logistik akibat denda demurrage dan storage.

1.2 Latar Belakang Mendasari Permendag Nomor 8 Tahun 2024

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 (yang disahkan pada Mei 2024) diterbitkan sebagai upaya kontra-restriksi atau relaksasi darurat untuk menyelesaikan krisis logistik yang mengancam PHK dan kerugian ekonomi. Peraturan ini secara eksplisit mengubah beberapa ketentuan kunci dalam Permendag 36/2023 dan Permendag 7/2024.

Latar belakang utama yang mendasari Permendag 8/2024 adalah pengakuan pemerintah bahwa regulasi restriktif sebelumnya gagal mencapai tujuan proteksi, justru menimbulkan disrupsi di tingkat hulu (bahan baku industri). Menteri Perdagangan mengakui bahwa kebijakan sebelumnya tidak sesuai dengan kebutuhan supply chain industri nasional.

Substansi utama dari Permendag 8/2024 adalah pemindahan pengawasan impor dari semula di border (wilayah pabean) kembali ke post-border (setelah keluar pelabuhan) untuk beberapa komoditas yang paling terdampak, seperti besi/baja dan tekstil. Kebijakan ini juga memfasilitasi penyelesaian kontainer yang sudah tiba di pelabuhan sejak 10 Maret 2024 agar dapat segera dikeluarkan.

1.3 Perumusan Masalah dan Tujuan Kajian

Kajian ini merumuskan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana efektivitas Permendag 8/2024 dalam menyelesaikan krisis logistik yang disebabkan oleh kebijakan impor sebelumnya? (2) Apa saja dampak positif dan negatif yang muncul setelah relaksasi, dan bagaimana hal tersebut tercermin dalam kinerja perdagangan, khususnya sektor ekspor manufaktur yang diukur oleh data BPS?

Tujuan kajian ini adalah untuk mengevaluasi Permendag 8/2024, memberikan analisis komparatif, dan menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih stabil di masa depan.

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Kebijakan Perdagangan dan Dampak On-Off Regulasi

Kebijakan perdagangan yang sering berubah (on-off atau ketat-longgar) menciptakan ketidakpastian regulasi, yang dapat menghambat investasi dan aktivitas bisnis. Studi menunjukkan bahwa prediktabilitas regulasi (Hukum Ekonomi) adalah faktor penting dalam keputusan impor dan ekspor, terutama untuk industri padat modal yang memerlukan perencanaan jangka panjang pasokan bahan baku. Ketika regulasi impor berubah mendadak, biaya transaksi dan risiko operasional meningkat, yang pada akhirnya dapat mendorong inflasi dan mengancam daya saing produk domestik di pasar ekspor.

2.2 Proteksi Industri vs. Efisiensi Rantai Pasok

Teori proteksi (misalnya, argumen industri baru) menyatakan bahwa pembatasan impor diperlukan untuk memungkinkan industri lokal tumbuh tanpa persaingan dari luar. Namun, dalam konteks Indonesia, di mana banyak sektor manufaktur (seperti TPT, elektronik) memiliki ketergantungan impor tinggi untuk bahan baku (90% bahan baku TPT diimpor), kebijakan restriktif impor bahan baku justru merusak kapasitas produksi dan menghambat sektor ekspor yang diukur dalam data resmi negara.

III. Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Data utama berasal dari:

(1) Literatur resmi pemerintah terkait Permendag 8/2024;

(2) Laporan dan pernyataan resmi dari asosiasi industri dan kementerian terkait;

(3) Media elektronik dan kajian ekonom yang membahas dampak kebijakan; dan

(4) Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai data sekunder untuk mengukur kinerja sektor perdagangan yang terdampak.

Analisis dilakukan melalui komparasi kondisi: Fase I (Restriksi)—di bawah Permendag 36/2023—dan Fase II (Relaksasi)—setelah Permendag 8/2024 berlaku.

IV. Hasil dan Pembahasan

4.1 Analisis Komparatif: Fase Restriksi (Ex-Ante) vs. Fase Relaksasi (Ex-Post)

Permendag 8/2024 berfungsi sebagai mekanisme koreksi cepat terhadap dampak negatif dari kebijakan restriktif Permendag 36/2023. Perbandingan dampak dapat dilihat pada dua sektor utama: logistik dan industri manufaktur.

4.1.1 Dampak pada Kelancaran Logistik dan Biaya Operasional

Indikator Fase Restriksi (Awal 2024) Fase Relaksasi (Setelah Mei 2024) Narasi Komparatif
Volume Kontainer Tertahan Mencapai $\approx 26.000$ TEUs di pelabuhan utama Menurun drastis hingga hampir nol dalam 4-6 minggu Permendag 8/2024 sangat efektif dalam dekonteinerisasi dan memecahkan kemacetan.
Dwelling Time Meningkat rata-rata 5-7 hari untuk komoditas terdampak Kembali normal di bawah 3 hari (standar internasional) Efisiensi pelabuhan pulih, mengurangi biaya logistik dan denda demurrage.
Ancaman PHK Tinggi, terutama di sektor TPT dan elektronik karena ketiadaan bahan baku Risiko PHK akibat kelangkaan bahan baku menurun drastis Permendag 8/2024 bertindak sebagai "katup pengaman" untuk mencegah kolaps produksi.

Secara komparatif, Permendag 8/2024 memberikan "angin segar bagi importir" dan sektor industri dengan memulihkan efisiensi logistik yang krusial. Kecepatan penyelesaian kontainer menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk menyederhanakan birokrasi perizinan impor, terutama untuk bahan baku.

4.1.2 Relevansi Data Ekspor BPS (Dampak Tidak Langsung)

Meskipun Permendag 8/2024 berfokus pada impor, dampaknya secara tidak langsung dapat diamati pada kinerja ekspor, yang datanya diukur oleh BPS dalam Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Ekspor 2024.

  • Pada Fase Restriksi, hambatan impor bahan baku (seperti kapas, serat, atau hot-rolled coil) secara matematis akan menyebabkan penurunan volume produksi dan pada akhirnya akan menekan volume ekspor produk jadi Indonesia (misalnya, tekstil dan produk baja) pada bulan-bulan berikutnya.
  • Pada Fase Relaksasi, Permendag 8/2024 memastikan bahwa supply chain bahan baku kembali lancar, yang memungkinkan industri manufaktur (terutama orientasi ekspor) untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan volume ekspornya di semester kedua 2024. Data resmi BPS mencatat kinerja ini.

Keberadaan data ekspor dari BPS menjadi instrumen penting untuk memverifikasi hipotesis bahwa relaksasi impor berhasil menopang sektor manufaktur yang berorientasi ekspor, meskipun angkanya mungkin masih dipengaruhi oleh permintaan global yang lesu.

4.2 Pandangan Dampak Positif dan Negatif Relaksasi Impor

A. Dampak Positif (Kecepatan dan Efisiensi)

  • Penyelesaian Backlog Perizinan dan Ketersediaan Bahan Baku:

Relaksasi Permendag 8/2024 berhasil menyelesaikan 97% permasalahan perizinan impor yang terhambat di pelabuhan. Ini adalah keuntungan terbesar karena menghindari idle capacity pabrik dan mencegah kerugian finansial yang mencapai triliunan rupiah akibat penahanan barang.

  • Mendukung Kelangsungan Industri Manufaktur:

Kebijakan ini memberikan kepastian operasional bagi industri padat karya seperti TPT, yang sebelumnya terancam kolaps karena ketiadaan bahan baku. Dengan adanya kepastian pasokan, industri dapat melanjutkan produksi, yang secara tidak langsung menjaga stabilitas lapangan kerja.

  • Sinyal Positif bagi Investasi dan Ease of Doing Business:

Tindakan cepat pemerintah dalam merevisi peraturan yang cacat memberikan sinyal bahwa Indonesia responsif terhadap masalah bisnis. Hal ini penting untuk menjaga iklim investasi, yang sempat terganggu oleh ketidakpastian regulasi impor sebelumnya.

B. Dampak Negatif dan Risiko (Ancaman Proteksi)

  • Potensi Serbuan Barang Impor dan Gempuran Produk Lokal:

Kekhawatiran terbesar dari Permendag 8/2024 adalah bahwa relaksasi ini membuka keran impor barang konsumsi, yang kembali mengancam daya saing produk lokal, khususnya di sektor pakaian jadi dan alas kaki. Kajian ilmiah menemukan bahwa implementasi perubahan kebijakan ini memiliki dampak negatif karena berpotensi meningkatkan volume impor pakaian jadi, yang dapat merugikan produk domestik.

  • Meningkatnya Risiko PHK akibat Persaingan Impor:

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) secara terbuka menyebut Permendag 8/2024 sebagai salah satu "sumber masalah PHK" di sektor tekstil karena membanjirnya produk impor murah. Meskipun Permendag 8/2024 menyelesaikan masalah bahan baku, pelonggaran impor secara keseluruhan dikhawatirkan memicu impor ilegal dan penyelundupan, yang menyebabkan perusahaan domestik kesulitan untuk bertahan (survive).

  • Kritik terhadap Kualitas Formulasi Kebijakan Awal:

Penerbitan Permendag 8/2024 sebagai koreksi menunjukkan adanya kegagalan mendasar dalam Analisis Dampak Regulasi (Regulatory Impact Assessment—RIA) saat Permendag 36/2023 disusun. Regulator dinilai kurang komprehensif dalam menghitung kebutuhan bahan baku industri yang vital, sehingga kebijakan proteksi justru bersifat self-defeating (melawan diri sendiri).

V. Penutup

5.1 Kesimpulan

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 adalah kebijakan yang berhasil sebagai solusi darurat (quick fix) untuk mengatasi krisis logistik dan hambatan pasokan bahan baku di pelabuhan Indonesia. Secara komparatif, kebijakan ini membalikkan dampak negatif Permendag 36/2023 pada efisiensi logistik dan kelangsungan produksi manufaktur. Namun, di sisi lain, relaksasi ini memunculkan kembali kekhawatiran yang sudah ada tentang lemahnya perlindungan terhadap industri hilir dan produk lokal dari serbuan impor murah, sebagaimana tercermin dalam pernyataan mengenai PHK di sektor tekstil.

5.2 Rekomendasi Kebijakan

  1. Stabilitas dan Konsistensi Regulasi: Pemerintah disarankan untuk menghindari kebijakan impor yang bersifat stop-and-go. Proses perumusan regulasi harus melibatkan stakeholder secara menyeluruh dan didukung oleh data kebutuhan bahan baku (hulu) dan kapasitas produksi (hilir) yang akurat dari Kementerian Perindustrian dan BPS.
  2. Pemisahan Kebijakan: Kebijakan proteksi harus secara jelas memisahkan antara impor bahan baku (yang harus dipermudah) dan impor barang konsumsi (yang dapat diperketat) agar tidak menimbulkan efek balik yang merugikan.
  3. Penguatan Pengawasan Post-Border: Untuk meredam dampak negatif relaksasi, diperlukan penguatan masif pada pengawasan post-border dan pemberantasan impor ilegal dan penyelundupan (Menaker Yassierli) untuk menjaga daya saing produk lokal secara nyata.


Daftar Pustaka

[1.1] Badan Pusat Statistik, (2025). Statistik perdagangan luar negeri Indonesia ekspor 2024, Buku I. [Laporan Resmi]. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[1.2] John Hutagaol, et al. (2024, Juli). Siaran Pers Regular Tax Discussion KAPj IAI - Permendag 8/2024: Angin Segar bagi Importir di Indonesia. (Diskusi ilmiah yang membahas tujuan Permendag 8/2024 sebagai solusi masalah penumpukan kontainer dan perizinan impor).

[1.3] Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. (Dokumen regulasi resmi yang menjadi objek kajian).

[1.4] Wulandari, D., & Mas'adah, M. (2024). IMPLEMENTASI PERUBAHAN KEBIJAKAN DAN PENGATURAN IMPOR PAKAIAN JADI TERHADAP PRODUK LOKAL (STUDI PERMENDAG NOMOR 8 TAHUN 2024). Jurnal Ekono Insentif, 18(2), 83-93. (Kajian ilmiah yang menguraikan dampak negatif pada industri pakaian jadi lokal dan daya saing).

[1.5] Tempo.co. (2024, Desember). Permendag Nomor 8 Tahun 2024 Disebut Sumber Masalah PHK, Ini Kata Menaker Yassierli. (Pernyataan resmi Menaker yang mengaitkan relaksasi impor dengan masalah PHK dan impor ilegal).

[1.6] Komisi VI DPR RI. (2025, Januari). Info Singkat Komisi VI - Permendag No. 8 Tahun 2024: Menguntungkan atau Merugikan?. (Laporan yang membahas latar belakang Permendag 8/2024 sebagai upaya relaksasi dan mengatasi terhambatnya penyaluran bahan baku).

[1.7] LP3ES. (2024, Juni). Ekonom Khawatir Permendag 8/2024 Bisa Gerus Pertumbuhan Ekonomi RI. (Pernyataan ekonom yang menyoroti risiko relaksasi impor terhadap industri manufaktur dalam negeri).

[2.1] [Sintesis dari berbagai sumber dan Opini Pakar Hukum Perdagangan yang mengkritik kebijakan on-off].

[2.2] [Sintesis dari teori perdagangan internasional dan laporan Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) mengenai biaya dwelling time].

[2.3] [Sintesis dari Argumen Infant Industry dan kritik akademisi terhadap kegagalan RIA Permendag 36/2023].

Posting Komentar

0 Komentar